Seperti yang kita ketahui, pada
abad ke-21 ini, laju perkembangan teknologi dan informasi sangat pesat. Manusia
seolah-olah berada dalam suatu desa khusus yang disebut desa global (global
village). Kehadiran teknologi tersebut memberikan implikasi yang sangat besar
terhadap kehidupan manusia, termasuk mahasiswa. Sebagai agen perubahan,
mahasiswa dituntut untuk bisa menyeimbangkan laju perkembangan tersebut dengan
bermodalkan pengetahuan yang diperoleh baik di dalam ataupun di luar kampus.
Ironisnya, teknologi dan informasi yang berkembang pesat justru kerap berdampak
buruk pada kehidupan mahasiswa. Hal ini yang kemudian menjadi faktor pemicu
terjadinya dekadensi (kemerosotan) moral pada mahasiswa di era abad 21.
Kegiatan-kegiatan yang saat ini lebih diprioritaskan oleh mahasiswa, seperti :
1. Budaya mengkonsumsi narkoba
Fenomena penggunaan narkoba bukan
suatu yang baru di Indonesia dan sering menjadi isu pemberitaan media.
Mahasiswa yang seringkali dipandang sebagai orang terdidik, agen perubahan
sosial dan berbagai atribut mulia lain yang disematkan pada diri mereka
ternyata paling banyak mengkonsumsi narkoba.
Banyak media memberitakan
mahasiswa yang ditangkap oleh polisi karena melakukan tindakan amoral seperti
minum-minuman keras di kampus atau pun di rumah kos, mengkonsumsi obat-obatan
terlarang serta menjadi distributor atau pengedar narkoba.
2. Seks bebas
Masalah lain yang kerap dikaitkan
dengan mahasiswa adalah kehamilan di luar nikah akibat seks bebas. Proses
pengendalian diri yang sangat lamban di tengah arus perubahan yang sangat besar
akan berimplikasi buruk pada kehidupan mahasiswa. Kamar kos seringkali menjadi
saksi bisu tempat kebanyakan mahasiswa melakukan hubungan intim di luar nikah.
Fenomena kumpul kebo bukan lagi suatu yang tabu bagi kebanyakan mahasiswa.
3. Budaya menyontek dan plagiasi
Aktivitas menyontek dan plagiasi
(menjiplak) tulisan orang bukan suatu yang baru lagi di kalangan mahasiswa.
Kehadiran teknologi ternyata justru sangat memberikan kemudahan bagi mahasiswa
untuk melakukan tindakan amoral ini.
Ketika ujian dimulai, mahasiswa
mencari informasi sebagai pendukung jawaban mereka melalui gadget. Ada juga
yang menyelipkan "kertas-kertas kecil" berisi poin-poin penting dalam
lembaran jawaban ujian.
Selain menyontek, plagiasi juga
sudah membudaya di kalangan mahasiswa. Berkat bantuan mesin pencari, mental
easy going semakin bertumbuh subur. Betapa tidak, banyak mahasiswa yang
melakukan copy paste dari tulisan orang, mengganti identitas dengan namanya
kemudian mengumpulkan hasil penjiplakan itu ke dosen. Hal ini tentu saja suatu
perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Sejatinya berbagai informasi di
internet hanyalah sebagai referensi yang mendukung proses pengerjaan tugas,
bukan diambil secara mentah.
4. Titip absen (TA)
Istilah TA yang merupakan akronim
dari titip absen merupakan hal lumrah dan seringkali dilakukan oleh kebanyakan
mahasiswa. Biasanya, mahasiswa akan menyuruh teman meniru tanda tangan pada
baris namanya. Budaya titip absen ini merupakan representasi dari kepribadian
mahasiswa yang malas, tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Beberapa kampus
mengantisipasi tumbuh dan berkembangnya budaya titip absen dengan menerapkan
sistem absen sidik jari. Dekadensi (kemerosotan) moral tentu saja sesuatu yang
tidak diinginkan oleh kebanyakan orang, termasuk mahasiswa. Guna mengatasi
masalah tersebut sehingga mahasiswa kembali pada jalur yang benar diperlukan
bantuan dari semua elemen. Tidak hanya pemerintah, melainkan juga keluarga,
teman sepermainan, sekolah dan juga pihak kampus.